Motivasi kerja adalah suatu hal yang sering naik turun. Kadang seorang karyawan bisa memiliki motivasi yang begitu besar, tapi di satu waktu motivasinya bisa menurun drastis. Begitu juga yang banyak dialami oleh pekerja kerah biru. Banyak sekali dari mereka yang motivasinya kurang konsisten yang dimana hal ini mempengaruhi produktivitas mereka dalam bekerja.
Melihat hal itu, KitaLulus menggandeng Wisnu Wijaya Putra, seorang training & development PT PAN Brother, tbk & group dalam acara Webinar KitaNgobrol: Strategi Mempertahankan Kualitas Kinerja Pekerja Kerah Biru. Acara webinar yang berlangsung pada hari Minggu 19 Desember 2021 ini, sukses memberikan masukan baru kepada para HRD tentang bagaimana cara menjaga motivasi para pekerja kerah biru.
Penyampaian materi yang ringan dengan contoh-contoh kejadian sehari-hari yang diberikan Wisnu selama acara membuat para HRD bisa lebih mudah mengerti dan menangkap tips-tips yang diberikan.
Untuk kamu yang ketinggalan, KitaNgobrol pada hari Minggu kemarin, simak yuk bagaimana serunya, jalan acara!
Wisnu tidak langsung membuka acara dengan perkenalan, melainkan dengan sebuah games asal Jepang yang bernama Kokologi. Games ini menurut Wisnu adalah sebuah permainan semacam psikotes, dimana dengan menjawab 11 pertanyaan kita bisa mengetahui siapa orang yang benar-benar kita cintai, siapa orang yang diam-diam kita kagumi, dan siapa orang yang diam-diam kita harapkan.
Games ini cukup mencairkan acara di awal dengan antusiasnya peserta webinar dalam menjawab 11 pertanyaan yang diberikan Wisnu.
Selesai games dan perkenalan, Wisnu membuka materi dengan mengajak kita untuk mengingat kembali betapa pentingnya kontribusi para pekerja kerah biru dalam menunjang kesuksesan pekerjaan kita.
Di sini, Wisnu menerangkan, pekerja kerah biru adalah orang-orang operasional. Ia bisa driver, atau juga teknisi dan sebagainya. Di mana pasti kita punya pengalaman tersendiri dalam berhadapan pekerja kerah biru.
Karakter pekerja kerah biru memang beragam. Terkadang mungkin kita menemukan pekerja kerah biru yang begitu sopan, tapi terkadang kita juga bisa menjumpai mereka punya karakter yang begitu keras. Terkadang mereka bisa diatur, terkadang juga tidak. Maka dari itu, menurut Wisnu kita perlu memahami semuanya dari dasar.
Wisnu pun menganalogikan perusahaan itu ialah ibarat sebuah rumah yang membutuhkan pondasi dan juga tiang-tiang agar rumah tersebut bisa kokoh berdiri.
Pondasi perusahaan adalah visi-misi serta budaya perusahaan. Lalu pondasi tersebut yang menyokong tiang-tiang organisasi. Terdapat empat tiang dalam organisasi perusahaan, yaitu finance, sales dan marketing, bisnis proses, SDM.
Dan kerah biru adalah bagian dari SDM yang harus selalu kita kembangkan agar tiang SDM tetap kuat.
Analogi lainnya yang dijelaskan Wisnu tentang pentingnya pengembangan SDM dalam organisasi adalah analogi akar pohon.
Yap, bila diibaratkan sebuah pohon, SDM terang Wisnu adalah sebuah akar, yang sama-sama kita ketahui merupakan bagian terpenting tumbuhan yang membuat mereka hidup dan kokoh berdiri.
“Tanpa SDM atau akar yang kuat maka sangat mustahil perusahaan bisa mendapatkan untung,” jelas Wisnu.
Namun, fakta di lapangan, pengembangan SDM ini masih jarang dilakukan dan masih dianggap suatu hal yang tidak perlu.Seperti yang diceritakan oleh Wisnu, berdasarkan pengalamannya masih banyak sekali perusahaan yang merasa untuk apa mengadakan training atau pengembangan SDM terutama untuk kerah biru.
“Ah mas, buat apa sih training,” cerita Wisnu.
Padahal training menurut Wisnu, bisa membuat SDM menjadi akar tadi kuat.
Menjaga motivasi pekerja terutama pekerja kerah biru seperti PeR besar para HRD. Motivasi pekerja kerah biru terkadang begitu tinggi, namun di lain waktu motivasi ini bisa turun.
Lalu, bagaimanakah menjaga motivasi tersebut agar “berkelanjutan” agar mereka dapat bekerja dengan baik dan benar. Karena tidak bisa dipungkiri perusahaan tidak bisa lepas dari karyawan kerah biru. Untuk itulah, menurut Wisnu kita juga butuh untuk men-develop karyawan kerah biru.
Beruntungnya bagi peserta yang hadir, dalam kesempatan KitaNgobrol Wisnu memberikan beberapa tips untuk menjaga motivasi karyawan.
Tips pertama dari Wisnu adalah rumus PxE x3S. Ini adalah sebuah rumus dari seorang ahli neurologi.
Pertama P adalah Purpose, sebagai contoh menjelaskan purpose, Wisnu memberikan contoh dirinya sendiri, bagaimana purpose atau tujuan dia untuk menjadi seorang training, membuat dia termotivasi hadir dalam acara Webinar kali ini dan menjadi pembicara.
"Saya mungkin ikut di zoom meeting sore ini, kalau purpose saya bukan people development, atau cancel eventnya. Tapi karena purpose saya sebagai orang yang punya cita-cita menjadi people development, atau sebagai training atau pengajar. Ini mendukung saya sebagai purpose saya, jelas Wisnu.
Jika seorang pekerja tahu apa yang menjadi “purpose” dia, maka dia pun akan termotivasi untuk melakukan hal tersebut dalam rangka memenuhi purpose tersebut.
Lebih lanjut, Wisnu juga menambahkan jika purpose yang dapat memotivasi adalah purpose yang jelas dan spesifik, seperti dalam dunia HR yang mengenal sasaran SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound).
Kedua, E yaitu Energi. Setelah mempunyai purpose, lalu harus punya energi, untuk mencapai purpose. Seseorang harus memiliki energi yang cukup, tanpa energi yang cukup purpose hanya hal sia-sia belaka.
Untuk memiliki energi ini, Wisnu menerangkan cobalah untuk memberikan para pekerja waktu istirahat yang cukup agar mereka bisa kembali mengisi energinya. Sehingga mereka bisa tidur cukup dan bangun di pagi hari dengan segar.
Ketiga, 3S yang merupakan Small, Simple, Step. Maksud rumus ketiga ini adalah lakukan langkah-langkah kecil yang mudah. Wisnu menjelaskan kadang kita terlalu punya keinginan yang besar dan luar biasa. Padahal menurut Wisnu, tidak perlu terlalu besar, cukup sebuah langkah kecil yang sederhana yang memang mungkin kita lakukan tapi bisa membawa dampak besar.
Dari pada harus memikirkan sebuah pencapaian yang besar yang kita tahu akan begitu mustahil untuk melakukannya. Hal seperti itu hanya akan mengganggu pikiran kita dan akhirnya otak kita tidak dapat bekerja dengan maksimal.
Dalam dunia kerah biru, Wisnu mencontohkan, bagaimana 3S ini dapat memberikan motivasi berkelanjutan. Ia mencontohkan seorang supir yang ingin memberikan pelayanan terbaik bagi perusahaan bisa dengan mencuci mobil setiap pagi di hari Senin, lakukan ini dengan konsisten.
Perusahaan juga bisa mendukung dengan mengajak melakukan kegiatan bersama atau menanyakan kepada mereka apa purpose mereka mengapa menjadi driver.
Wisnu, menjelaskan bahwa karyawan memiliki tiga tipe, yaitu telur, wortel, kopi.
Telur adalah tipe karyawan yang awalnya malu-malu, pendiam, lalu setelah mendapatkan tekanan, ia menjadi pribadi pekerja keras. Seperti sifat telur, sebelum direbus ia lembek, tapi setelah direbus ia menjadi padat.
Lalu tipe wortel adalah pekerja yang begitu bersemangat di awal, namun setelah mendapat tekanan ia justru menjadi pekerja yang lembek, motivasinya menurun. Sama seperti wortel yang sebelum di rebus begitu keras, namun ketika sudah mendapat tekanan panas dari air rebusan, ia menjadi lembek.
Tipe pekerja terakhir adalah biji kopi. Sama seperti biji kopi yang keras dan tidak mudah hancur, karyawan jenis ini punya pendirian yang teguh, akan selalu keras walaupun ada banyak tekanan yang menghadang. Dan jenis ini biasanya akan mempengaruhi karyawan yang ada di sekitarnya.
Wisnu menyarankan, bila perusahaan saat ini memiliki karyawan telur atau wortel, carilah setidaknya satu yang seperti tipe biji kopi.
Ada satu fakta unik yang diungkapkan Wisnu dalam webinar pada Minggu lalu (19/12), bahwa ternyata motion make emotion, emotion make motion. Gerakan tubuh mempengaruhi emosi, dan ternyata juga sebaliknya, emosi mempengaruhi gerakan tubuh.
Wisnu mengatakan, bahwa ini adalah hal yang sederhana namun banyak orang tidak melakukannya. Kita tidak sadar bahwa emosi kita bisa dikendalikan dengan melakukan beberapa gerakan sederhana.
Wisnu menyarankan setiap pagi cobalah untuk berjalan lebih cepat, karena dengan berjalan lebih cepat membuat kita merasa lebih bahagia.
Biasanya para pekerja kerah biru juga suka menunda-nunda pekerjaan mereka. Untuk membuat mereka tidak menunda pekerjaan, ada namanya hukum 5 detik. Maksudnya adalah otak kita cenderung akan menghindari kita untuk merasa kurang nyaman, tidak bahagia, atau perasaan kurang aman.
Oleh karena itu, ketika kita memikirkan satu kegiatan yang akan kita lakukan dalam lima detik, otak kita akan memberikan opsi kegiatan lainnya yang dirasa lebih membuat kita merasa bahagia, nyaman, dan aman. Hal seperti ini akan membuat kita sering menunda pekerjaan.
Wisnu memberikan contoh, semisal kita memikirkan suatu kegiatan di sore hari, kita ingin pergi ke Solo untuk bertemu teman-teman. Setelah kita memikirkan kegiatan tersebut, akan ada proses 5 detik di mana pada detik ke-6 otak kita akan memberikan informasi dan opsi sebuah kegiatan yang lebih menyenangkan. Itulah mengapa kita punya kecenderungan untuk menunda pekerjaan.
Jika selama ini mungkin kita selalu memikirkan masalah yang mungkin terjadi, sekarang cobalah ubah dengan memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Kenapa begitu? Wisnu menerangkan bila kita fokus pada kemungkinan, otak kita cenderung akan berpikir lebih kreatif. "oh mungkin bisa diginikan, diginiin, tapi bila kita fokus pada masalah kita akan terus memikirkan masalah, masalahnya begini masalahnya begini, terus terusan" jelas Wisnu.
Pada pembahasan materi satu ini, Wisnu kembali mengajak para peserta untuk berpartisipasi menjawab sebuah studi kasus tentang keadaan pekerja.
“Bagaimana bila attitude karyawan baik tapi produktivitas sedang buruk apa yang harus dilakukan?” Untuk pertanyaan pertama ini, jawaban peserta begitu beragam. Namun rata-rata mereka menjawab perlunya karyawan mendapatkan bimbingan.
“Jika attitude buruk tapi punya produktivitas yang baik, apa yang kita lakukan?” Lalu, menjawab pertanyaan nomor dua, banyak peserta yang menjawab, bila memiliki karyawan seperti ini perlu mendapatkan pembinaan.
“Bila attitude buruk dan produktivitas buruk, apa yang kita lakukan?” Para peserta banyak yang menjawab, ada baiknya karyawan seperti ini diberikan waktu beristirahat.
“Jika attitude baik dan produktivitas baik juga, apa yang kita lakukan?” Untuk pertanyaan terakhir, para peserta kompak menjawab bahwa karyawan berhak mendapatkan reward.
Lalu, bagaimana dengan penjelasan jika ditemukan keadaaan karyawan seperti 4 pertanyaan di atas? Wisnu memberikan contoh berdasarkan kisah seorang pengusaha sukses di Indonesia, ketika dirinya harus menghadapi kasus karyawan seperti di atas.
Untuk kasus karyawan pertama, di mana ia memiliki attitude yang baik namun produktivitasnya dalam bekerja masih kurang, cobalah untuk memberikan karyawan tersebut tim building, personal coach, training, diberikan sesuatu untuk menaikan produktivitas.
Lalu, kasus nomor dua, kamu bisa pecat karyawannya. Kasus nomor tiga, kamu pecat dua orang yaitu karyawan tersebut dan juga HRD yang telah merekrut dia untuk bergabung dalam perusahaan.
Kasus keempat, cobalah jadikan karyawan tersebut sebagai mitra, berikan ia saham, atau di scale up.
Mengapa pada kasus nomor 2 dan 3 karyawan berakhir dipecat? Karena ketimbang produktivitas, attitude adalah satu hal yang sulit untuk diubah, ia menyangkut pribadi seseorang. Maka segala attitude buruk harus kita lawan karena begitu susah untuk diubah.
“Ngapain Anda punya karyawan produktivitasnya baik, pinter, tapi setiap Anda ajak meeting dia ga pernah hadir dengan alasan yang ga masuk akal, mungkin Anda sebel juga,kan?” Terang Wisnu.
Jadi attitude ini adalah hal yang penting, termasuk juga untuk para pekerja kerah biru.
Pikirkan!
Siapapun Anda, jika Anda menginginkan atau membutuhkan sesuatu, Anda mungkin memerlukan orang lain untuk mewujudkannya, bukan? Dengan kemampuan mengembangkan dan memelihara respons (rapport) berbagai macam karakter orang, menjadikan Anda mendapatkan APA YANG ANDA INGINKAN!
INGAT!
"ORANG MENYUKAI ORANG YANG MIRIP DENGAN MEREKA"
Ketika Anda menyukai orang lain maka Anda mau membantu apapun yang mereka butuhkan. Sehingga sebenarnya komunikasi terjadi di luar kesadaran kita.
Jika kita ingin disukai orang lain, kita harus mirip dengan orang tersebut, tapi bagaimana kita bisa mirip secara natural dengan mereka? Wisnu mengenalkan di sini 5 unsur penting dalam mempertahankan respons positif.
5 unsur ini tersebut antara lain:
1. Physical mirroring (Pencerminan fisik)
Maksud unsur pertama adalah kita bisa melakukan pencerminan gestur tubuh yang lawan bicara kita lakukan saat sedang berinteraksi. Nantinya, dalam sel otak kita maka lawan bicara kita secara tidak sadar akan terpikir "Hey, dia mirip saya".
2. Match the voice (Penyelarasan kualitas suara)
Jika ada orang yang berbicara dengan suara yang keras, kita tidak perlu ikut meninggikan suara.
3. Match their breathing (Menyamakan irama napas)
4. Match the size of the places of information (Penyelarasan pengelompokan informasi)
5. Match their common experience (menyelaraskan pengalaman umum)
Dari kelima unsur ini, unsur kelimalah yang sering kita gunakan, baik itu kesamaan hobi, kesukaan, atau juga pengalaman pribadi.
Selanjutnya untuk berkomunikasi dengan kerah biru ada yang namanya NLP (Neuro-linguistic programming).
Wisnu mencontohkan, bila saat diajukan pertanyaan, mereka langsung melihat ke atas, mereka adalah tipe gaya belajar visual, sedangkan kalau mata mereka langsung melihat ke samping, maka gaya belajar mereka adalah auditori, tapi bila mata mereka langsung melihat ke bawah maka gaya belajar mereka kinestetik.
Mengetahui hal ini dapat memberikan “clue” kepada kita bagaimana seharusnya kita mengajukan pertanyaan atau memulai percakapan dengan mereka.
Misalnya, ketika kita bertemu dengan orang yang punya gaya belajar visual, cobalah ajukan pertanyaan yang membuat mereka bisa membayangkan secara tampilan visual. Wisnu mencontohkan “Dari kejadian kemarin, apa yang kamu lihat?” Atau jika lawan bicara kita adalah auditori coba ajukan pertanyaan dari apa yang mereka dengar tentang hal tersebut, sedangkan untuk kinestetik, coba ajukan pertanyaan berdasarkan apa yang mereka rasa. Orang-orang kinestetik sendiri jarang sekali kita temui.
Lalu, apakah kita punya ketiganya? Ya, kita punya ketiganya dan ada persentasenya.
“Kita punya ketiganya, contohnya saya, saya 60 persen auditori, 30 persen visual 10 persen kinestetik”, jelas Wisnu memberikan contoh.
Ini adalah cara berkomunikasi dengan pekerja kerah biru, jika kita berkomunikasi dengan cara biasa dengan mereka, bisa saja akan terjadi miskom mengingat mereka adalah orang lapangan yang bisa saja emosinya lebih tinggi daripada kita. Karena berjibaku dengan matahari, mesin, jalan.
Jadi menurut Wisnu memang kita harus menerapkan komunikasi di luar alam bawah sadar mereka. “Bila kita menggunakan komunikasi biasa, belum tentu kita bisa memengaruhi mereka,” jelas Wisnu lebih lanjut.
Terkadang banyak dari kita yang lupa memberikan penilaian kepada para pekerja kerah biru. Apa yang menjadi nilai dari kinerja mereka selama ini? Nah, di sini Wisnu menerangkan bahwa penilai bisa kita lakukan core competency dan penilaian juga bisa berdasarkan KPI.
Dengan penilaian, kita bisa mendapatkan penilaian yang objektif tentang kinerja mereka selama ini, dan apakah motivasi kerja mereka terjaga.
Ingin lihat langsung bagaimana serunya pembahasan Wisnu di KitaNgobrol? Anda masih bisa saksikan di Youtube Titik Cerah.